BUDIDAYA LABI-LABI

DI BALAI BUDIDAYA AIR TAWAR

 

I .  PENDAHULUAN

Labi-labi atau bulus merupakan salah satu jenis  sumberdaya ikan golongan reptilia dan sebagai salah satu  sumber daya ikan yang dapat  dimanfaatkan sebagai sumber gizi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan (Ditjenkan, 1995). Disisi lain manfaat labi-labi tidak sebatas kebutuhan pangan saja namun mempunyai nilai tambah sebagai bahan obat yang berkhasiat. Nilai tambah inilah yang menjadikan labi-labi sebagai komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi.

                Ciri khas yang dimiliki labi-labi sebagai salah satu bangsa kura-kura (Ordo Testudinata) adalah perisai punggungnya/batok tidak tertutup oleh zat tanduk, tetapi ditutupi oleh kulit yang tebal sehingga kura-kura ini dikelompokkan ke dalam Sub ordo Cryptodera famili Trionichydae atau dalam istilah Inggrisnya dinamakan Soft-Shelled Turtle yang berarti kura-kura bercangkang lunak.

                Akhir-akhir ini permintaan ekspor  semakin meningkat khususnya dari negara-negara Singapura, China, Hongkong, Taiwan dan Jepang. Hingga saat ini ekspor labi-labi dari Indonesia masih didominasi oleh hasil tangkapan dari alam. Hal ini terbukti dari banyaknya perusahaan pengekspor labi-labi hanya sebagai penampung hasil tangkapan dari alam saja. Mengingat lambatnya perkembangan populasinya di alam, maka kondisi yang demikian ini apabila tidak diimbangi dengan usaha pembudidayaan, maka dikhawatirkan dengan semakin tingginya tingkat eksplorasi terhadap labi-labi akan dapat menimbulkan penurunan populasi yang dapat mengancam kelestariannya.

                Di Indonesia telah ada usaha pembudidayaan labi-labi, namun jumlahnya masih terlalu sedikit. Maka dalam rangka menjaga kelestarian populasi labi-labi di alam sekaligus dalam upaya pengembangan usaha budidaya labi-labi  perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara luas melalui pengembangan usaha budidaya labi-labi sehingga dapat lebih berkembang. Lebih lanjut diharapkan melalui usaha budidaya labi-labi ini , maka pendapatan masyarakat melalui sub sektor perikanan akan semakin meningkat dan devisa negara akan semakin bertambah.

 

II . TINJAUAN PUSTAKA

A.Biologi Labi-labi

 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Wilkinson (1979) dalam Ditjenkan (1991), klasifikasi labi-labi adalah :

                                Filum              :  Chordata

                                Sub Filum       : Vertebrata

                                Klas                 : Reptilia

                                Ordo                :  Testudinata

                                Sub Ordo         : Cryptodine

                                Family             : Trionichydae

                                Genus              : Trionyx

                                Species            : Trionyx  spp.

Nama lain  ; Inggris (The black rafed soft shell), Indonesia (kuya, bulus, labi-labi, kura-kura air tawar); China (pio, chia).

 

                        Ciri-ciri morfologi menurut Pritchard (1979), T. cartilageneus (The black Rayed soft- shell) adalah merupakan spesies yang berukuran besar, dapat mempunyai ukuran panjang 28 “ (70 cm). Masih kerabat dekat dengan T. formosus (The Burmese soft-shell) yang sama-sama memeliki kekurangan tulang preneural. Penyebarannya : Burma, Thailan, Laos bagian selatan, Kamboja Utara dan Selatan, Vietnam hingga Teluk Tonkin, Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Memiliki moncong yang lebih panjang dari diamater matanya. Warna punggung sangat bervariasi, yang masih muda warna punggungnya terutama berwarna hijau pudar dengan garis hitam lebar yang menyebar. Seluruh permukaan punggung berbintik-bintik kuning dan ada 1 – 2 bintik tak beraturan berwarna hitam dengan lingkaran luar kuning. Cangkang bawah berwarna putih ke abu-abuan, kepalanya berwarna coklat gelap/tua atau berwarna abu-abu dengan bintik-bintik kuning yang banyak sekali.

Kebiasaan hidup

Labi-labi hidup di alam seperti rawa-rawa, danau, sungai dan dapat pula hidup di kolam yang suhu airnya berkisar 25-30 o C (Ikenoue dan Kafuku , 1992 dalam Nurbaiti, 1999).  Habitat yang disukai  adalah perairan tergenang  dengan dasar perairan lumpur berpasir , terdapat batu-batuan dan tak terlalu dalam. Labi-labi biasanya tak hanya tinggal di dasar perairan, tetapi terkadang nampak di atas batu-batuan untuk berjemur. Labi-labi biasanya menyukai perairan yang banyak dihuni oleh hewan air (molusca, ikan, crustacea dan lain-lain) serta  pada permukaan airnya terdapat tumbuh-tumbuhan air seperti enceng gondok, salvinia, monochorida, teratai dan lain-lainnya karena dapat menjadi bahan makanan di dalam air (Ditjenkan, 1995).

                Menurut anonymous (1999), kebiasaan berjemur labi-labi  merupakan salah satu kebutuhan hidup. Dengan berjemur matahari membuat semua air pada cangkang atas dan bawahnya terjemur kering, sehingga lumut, jamur, parasit yang menempel pada permukaan badannya dapat kering dan terkelupas. Bila tidak berjemur, maka bulus akan mudah terserang penyakit atau mendapat gangguan fisiologis.

                Pada kondisi lingkungan bersuhu rendah (kurang dari 30 o C), aktifitas bulus akan menurun, nafsu makan berkurang.  Biasanya bulus akan menyelam dan memendamkan dirinya dalam lumpur.  Di negara-negara yang mengalami 4 musim seperti di Jepang, pada musim dingin dimana suhu lingkungan sangat rendah, biasanya bulus membenamkan diri dan melakukan tidur suri. Dalam kondisi ini bulus tidak makan, tidak bergerak, tak tumbuh dan tingkat metabolismenya mencapai tingkat terendah.

                Labi-labi menyukai lingkungan yang tenang dan penakut sehingga bila didekati akan melarikan diri atau menyelam. Labi-labi juga mempunyai kebiasaan berkelahi, saling menggigit dengan teman-temannya. Hal ini didasari kebiasaan labi-labi yang  sering ditemukan hidup secara tidak berkelompok (Suwarno , 1996 dalam Nurbaiti, 1999).

            Dalam kebiasaan makan, labi-labi seperti hewan karnivora lainnya, memakan udang kecil, ikan dan kerang-kerangan.  Menurut Ritchard (1979), selain ikan dan udang-udangam, labi-labi juga menyukai makanan dari bangsa amphibi, Sedangkan menurut anonymous (1999), labi-labi juga menyukai jenis siput atau keong.

 Reproduksi

Labi-labi berkembang biak dengan bertelur (ovivar). Alat reproduksi labi-labi jantan berupa  penis yang terletak pada dinding ventral rotodenum dan pembuahan dilakukan secara internal.  Untuk membedakan labi-labi jantan dan betina secara mudah dapat dilihat dari bentuk ekor. Pada labi-labi jantan bentuk ekor memanjang sehingga ujungnya banyak terlihat diluar cangkangnya, Sebaliknya pada labi-labi betina bentuk ekor lebih pendek sehingga tidak tampak di luar cangkangnya. Kematangan gonad biasanya  terjadi pada bulan Mei dan Juni pada saat temperatur air berkisar 20 o C, dua  minggu kemudian betina akan memijah dan kemudian bertelur di darat di tempat yang berpasir.

Pada saat labi-labi betina akan bertelur biasanya dengan kaki belakang akan menggali lubang sedalam 20 cm, untuk menyimpan telur yang baru dikeluarkan  ke dalam lubang tersebut. Sebelum induknya kembali ke air, lubang tersebut ditutup kembali dengan pasir. Menurut Ikenoue dan Kafuku (1992) dalam Nurbaiti (1999), labi-labi betina bertelur 3-4 kali dalam setahun dengan interval waktu 2-3 minggu. Sekali bertelur jumlahnya 10 - 30 butir. Bentuk telurnya bulat berwarna putih kekuningan atau krem dengan garis tengah berkisar antara 1,5 – 2 cm dengan berat rata-rata    5 gram dengan  tekstur bagian luar relatif keras. Telur akan menetas menjadi tukik setelah              45 - 60 hari.

 

B. Budidaya Labi-labi

Pemijahan

Kolam untuk budidaya lokasinya terbuka tidak terlindung pohon atau bangunan sehingga  cahaya matahari tidak terhalangi. Dasar kolam sebaiknya berpasir. Dinding pematang kolam dibuat miring yang berfungsi sebagai tempat labi-labi berjemur dan tempat meletakan makanan. Tinggi pematang antara 100-150 cm dan sebaiknya dilengkapi dengan bibir sepanjang 12 cm.  Pada kolam ini biasanya dipasang pula rakit dari bambu sebagai tempat berjemur labi-labi.  Di salah satu sudut kolam pemijahan dibuat  kandang tempat bertelur. Luas kolam berkisar antara 700-1000 m2, dengan kedalaman antara 40-80 cm. Sebagaimana layaknya  kolam pemeliharaan ikan, dasar kolam dibuat miring  dari pemasukan ke arah pengeluaran untuk memudahkan  pada saat pengeringan kolam (Maswardi dkk, 1996).

                 Induk yang digunakan harus diseleksi guna memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : sehat, tidak ada cacat, gerakan aktif, berat badan tidak boleh kurang dari 1 kg. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:4 dengan padat penebaran tidak lebih 5 ekor/m2 (anonymous, 1999). Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah, udang air tawar, ketam ,kodok, siput air atau cacing tanah. Frekwensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali/sehari. Sebanyak 1/5-1/10 berat badan (Harijono, 1998).

Penetasan

                Umumnya induk bertelur pada malam hari, pengambilan telur dapat dilakukan pada keesokan harinya.  Telur-telur yang telah dikumpulkan diseleksi untuk mengetahui telur dibuahi atau tidak. Menurut Maswardi dkk, 1996, telur yang dibuahi biasanya berwarna coklat keabu-abuan, sedangkan yang tidak dibuahi ditandai dengan adanya bercak-bercak putih yang besar. Telur-telur hasil seleksi ditempatkan dalam inkubator. Penempatan telur di inkubator dilakukan setelah dasar inkubator dilapisi dengan pasir secukupnya. Lalu telur disusun di atas pasir dengan jarak antar telur 2 cm. Rongga udaranya berada disebelah atas. Selanjutnya ditutupi pasir kembali setebal 5 cm. Inkubator dipertahankan suhunya pada 30 o C dan kelembaban diatur dengan cara penyemprotan air secukupnya setiap hari. Cara mempertahankan suhu dalam inkubator, dapat dilakukan dengan menempatkan lampu pijar  yang diatur penggunaannya sesuai kondisi suhu yang ada  atau menyediakan ventilasi udara yang dapat dibuka dan ditutup. Telur labi-labi biasanya akan menetas setelah 45-60 hari. Benih labi-labi yang baru menetas secara naluri akan mancari air, oleh karenanya dalam inkubator perlu juga disediakan baskom yang berisi air dan diletakkan sejajar dengan tinggi pasir.

Pendederan

Kolam pendederan dapat dibuat dari beton  yanag dilengkapi dengan pelindung  dari plastik dengan kerangka kayu. Luas kolam berkisar antara 10 – 60 m2. Dasar bak sebaiknya bersubtrat pasir dan kedalaman air 40-50 cm.  Disekeliling kolam ditempatkan shelter berupa papan atau tumbuhan air sebagai tempat bertengger  atau berjemur.

                Pakan yang diberikan berupa cacing tubifex dan udang giling. Jumlah pakan sebanyak 10% dari bobot biomass per hari dengan frekwensi pemberian 2 kali sehari. Bila menggunakan pakan berupa ikan giling dan kuning telur ayam rebus, diberikan sebanyak 20% berat biomass dan bila menggunakan pakan berupa sidat cukup 5% saja.

                Suhu air selama pemeliharaan  dipertahankan   32 o C sehingga akan merangsang nafsu makan dan mempercepat pertumbuhan. Lama pemeliharaan pada kolam  pendederan selama 30 hari yang selanjutnya dimasukkan ke kolam pembesaran.

Pembesaran

Kolam pembesaran konstruksinya seperti kolam pemijahan, namun dilengkapi dengan tempat bertelur. Biasanya berkisar antara 700-1200 m2 dengan kedalaman antara 70-100 m. Pembesaran dilakukan dengan padat tebar 10 ekor/m2. Untuk mencapai ukuran konsumsi seberat     500 gram/ekor diperlukan lama pemeliharaan  selama 8 bulan. Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah yang dicampur ke dalam bungkil jagung/kedelai. Dapat pula berupa sidat.  Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5% bobot biomass/hari dengan frekuensi 1-3 kali sehari. Suhu air yang dikehendaki selama pemeliharaan antara 26-30 o C. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring atau ditangkap dengan tangan setelah air di kolam disurutkan.

 

III. BAHAN DAN METODA

Persyaratan Induk

                Induk yang digunakan adalah induk hasil tangkapan dari alam yang penangkapannya tidak menggunakan alat setrum atau pancing, sebaiknya hasil dari jaring atau diserok. Induk jantan dan betina yang siap untuk dipijahkan berukuran minimal 1 kg/ekor, tidak cacat dan kondisi sehat. Produksi yang baik sampai umur 5 tahun, kemudian menurun dan kualitas telur kurang baik.

Pemijahan

                Pemijahan dengan menggunakan wadah kolam dengan ketinggian 1 m dan kedalaman air  0,5 – 0,75 m. Pematang tembok dilengkapi pemasukan dan pengeluaran air. Pada tepi kolam dilengkapi kandang untuk bertelur, dari kandang dibuatkan sarana untuk berjalan bagi labi-labi yang akan bertelur. Dasar kandang diberi pasir yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan telur. Biasanya labi-labi bertelur pada malam hari, kemudian keesokan harinya telur dikumpulkan dan dilanjutkan untuk ditetaskan. Padat penebaran 5 ekor/m2 dengan perbandingan sex rasio 1: 4, yaitu  1 ekor  jantan dan 4 ekor betina. Pakan yang diberikan berupa pellet dan ikan rucah sebanyak 10% dengan frekuensi 2 kali sehari. Labi-labi bertelur antara 4 – 12 butir per ekor.

Penetasan Telur

            Telur yang berada di kandang kemudian disusun di tempat penetasan yang berupa plastik yang berukuran 40 X 40 X 5 cm  dan diisi pasir. Telur disusun dengan jarak 2 cm diatas pasir dan kemudian ditutup pasir.

                Telur yang sudah disusun kemudian disimpan dalam ruangan tertutup dengan suhu 31 0 C. Agar suhu ruangan tetap stabil dilengkapi lampu pijar, dan juga dilengkapi penutup. Apabila suhu terlalu tinggi bisa dibuka. Selain suhunya dijaga, kelembabannya juga dijaga dengan cara menyemprotkan air ke permukaan pasir setiap hari. Setelah menetas, tukik mencari air kemudian tukik dipindahkan di bak pendederan.

Pendederan Tukik

                Pendederan tukik menggunakan bak beton dengan kedalaman air 40-50 cm. Bak dilengkapi pemasukan dan pengeluaran air serta dibuatkan papan yang diletakkan sejajar dengan permukaan air guna menaruh pakan dan juga berfungsi untuk berjemur tukik. Pakan yang diberikan berupa pasta yang terbuat dari campuran telur dan pellet halus. Dosis Pemberian sebanyak 20 % dari berat biomass dengan frekuensi 3 kali sehari. Lama pemeliharaan 30 hari, kemudian dibesarkan.

Pembesaran

                Pembesaran tukik labi-labi dilakukan di kolam tembok dengan dasar tanah. Bagian tepi kolam sejajar dengan permukaan air dibuatkan rakit dari bambu atau papan yang berguna untuk tempat pakan dan berjemur. Tinggi kolam 1 m dengan kedalaman 50-75 cm. Padat penebaran 10 ekor/m2. Pakan yang diberikan berupa pellet dan ikan rucah dengan dosis 10% dari berat biomass, frekuensi pemberian 3 kali sehari. Agar hasilnya baik, sebelumnya kolam disiapkan terlebih dahulu yang meliputi  pengeringan, pengapuran dan pembalikan tanah dasar. Untuk mengetahui kualitas air dilakukan monitoring minimal 3 kali, yaitu pada waktu awal, pertengahan dan akhir pemeliharaan. Setelah lama  pemeliharaan 30 hari dilakukan pergantian air sebanyak 25-50 %.

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemijahan

                Dari hasil pemijahan sebanyak 20 ekor labi-labi lokal yang memijah hanya 3 ekor atau 15% dari jumlah populasi dan menghasilkan telur sebanyak 39 butir. Menetas antara bulan Mei – Juni. Bentuk telur bulat dengan diameter 1,5 – 2 cm dengan berat 5 gram berwarna putih kekuningan.

Penetasan Telur

                Telur hasil dari pemijahan kemudian dicek untuk mengetahui telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi berjumlah 30 butir (77%). Hasil penetasan dari 30 butir telur ini berjumlah 11 butir (36%).

Pendederan Tukik

                Pendederan tukik dilakukan di bak, dengan pakan berupa pasta sebanyak 20% dengan frekuensi 3 kali sehari. Dari penebaran 11 ekor dengan berat rata-rata 8,4 gram selama 30 hari mengalami pertumbuhan menjadi berat rata-rata 10,5 gram dengan kematian sebanyak 3 ekor (27%).

Pembesaran

                Pembesaran dilakukan di kolam dengan kepadatan 3 ekor/ m2. Pembesaran sebanyak 100 ekor dengan berat awal rata-rata 10,5 gram selam 7 bulan. Hasil yang dicapai adalah berat rata-rata 48,9 gram dengan sintasan 41,5%.

 

V. DAFTAR  PUSTAKA

 

 

A. Maswardi, C. Harimurti Adi,  S. Hanif dan  A.J.  Pamungkas, 1996. Budidaya Labi-labi.     Balai Budidaya Air Tawar- Sukabumi.

 

A. Maswardi, H. Sutomo dan  A.J.  Pamungkas, 1996. Prospek Pembenihan Labi-labi        (Trionyx sp.). Balai Budidaya Air Tawar- Sukabumi.

 

Anonymous, 1997. Budidaya labi-labi. Karawang.

 

Chen, T.P., 1976. Aquaculture Practices in Taiwan. Page Bros (Norwich) Lt

Sumarno, 1996. Agrobisnis. Minggu ke-4 Januari 1996.